Full width home advertisement

Translate

Mau Buku Perpustakaan Nasional

Sang Aspirator

Gerakan Sosial

Post Page Advertisement [Top]


PERLU PERDA “CSR ASPAL BUTON”, TANYA KENAPA?


OLEH :
LA ASRI, S.Pd.
"Kehadiran Peraturan daerah (Perda) “CSR Aspal Buton” sangat perlu, penting bahkan mendesakKehadiran Perda “CSR Asbuton” adalah bukti bahwa Pemerintah daerah “hadir” ditengah masyarakat Buton yang membutuhkan. Kehadiran Perda “CSR Asbuton” akan mengkongkretkan agenda Asbuton Center, yakni menjadi lokomotif untuk mengentaskan agenda-agenda pembangunan daerah yang berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat secara kontinyu di daerah Kabupaten Buton"
Sumber Foto Aspal Buton: www.kompasiana.com
 Harus diakui, keseriusan Pemerintah daerah Buton untuk mengangkat potensi alamnya (SDA). Sebelumnya Pemda telah menjalin kerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang) Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk membuka potensi aspal yang tersimpan di daerah kabupaten Buton  pada tahun 2013 yang lalu. Pengembangan Loka Litbang identitas potensi daerah Buton ini dinamai dengan Asbuton Center. Pembangunannya dipusatkan di Ibukota Kabupaten Buton, Pasarwajo dengan tujuan untuk meningkatkan dan memastikan suplai aspal buton yang berkualitas dan berkelanjutan.

Menurut Kepala Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum, Graita Sutadi bahwa pembangunan Asbuton Center ini diarahkan pada unit inspeksi, penelitian dan pengembangan teknologi aspal Buton dan berfungsi sebagai laboratorium, miniplant, dan fasilitas pelatihan pemanfaatan Asbuton.  Selain hal tersebut, Asbuton center juga diarahkan penelitiannya pada aspek pemenuhan kesejahteraan sosial, pembangunan ekonomi serta pelestarian budaya dan lingkungan. Jika pengembangannya berjalan maksimal, maka pemanfaatan Asbuton bagi kebutuhan nasional terkait infrastruktur jalan dan jembatan dapat menggantikan penggunaan aspal minyak yang diimpor selama ini. Namun disisi lain, jika kehadiran asbuton center ini tak disertai dengan kesadaran perusahaan dalam menjalankan tanggungjawab sosialnya terhadap masyarakat sekitar perusahaan beroperasi, maka kesejahteraan sosial, ekonomi yang mandiri serta budaya dan lingkungan yang lestari hanya akan menjadi sebatas mimpi indah.

Sebagaimana amanah UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Pasal 15 bahwa Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan serta menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal. Dipertegas lagi pada Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Maka menjadi sangat jelas dan terang benderang bahwa tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Hal ini pun secara teknis dijelaskan dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-05/MBU/2007 yang mengatur besaran dana hingga tatacara pelaksanaan Coorporate Social Respontibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan. Lebih jauh lagi, seperti yang kita ketahui CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

Belajar dari Masa Lalu

Jika kita menoleh kebelakang, selama ini perusahaan-perusahaan pengelola aspal seperti PT. Sarana Karya (Persero), PT. Karya Megah Buton, PT. Buton Aspalt Indonesia dan lain-lain tak pernah merealisasikan dana CSR dan Royalti perusahaan terhadap masyarakat. Bahkan ironisnya, masyarakat hampir tak pernah mengetahui keberadaan kantor-kantor perusahaan pengelola aspal ini. Yang umum dikenal oleh masyarakat hanya PT. Sarana Karya (Persero) dan saat ini telah diakuisisi oleh PT. Wijaya Karya (Persero) karena mungkin berkantor di Banabungi-Pasarwajo Ibukota Kabupaten Buton. Padahal seperti yang pernah dikemukakan oleh Bupati Buton, Samsu Umar Abdul Samiun bahwa saat ini ada 47 perusahaan yang sudah mendapat ijin pemanfaatan asbuton di lahan seluas 43.000 ha, Namun yang efektif baru tiga perusahaan dengan areal usaha 1.000 ha. Dan untuk PT. Wijaya Karya (Persero) telah mulai membangun satu Pabrik Ekstraksi Aspal di Lawele dengan kapasitas produksi 50.000 ton per hari.

Hal itu mungkin bisa dimaklumi, sebab sampai saat ini Pemda Buton belum membuat Raperda tentang CSR sebagai penjabaran secara terinci atas Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-05/MBU/2007 yang mengatur besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR.

Menanti Perda “CSR Asbuton”

Untuk mengoptimalkan dan mempertegas pelaksanaannya di daerah maka pemerintah daerah mestinya harus segera menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang tata cara pembagian besaran dana CSR dan Royalti Perusahaan terhadap masyarakat secara terperinci. Atau Peraturan daerah “CSR Asbuton”. Jika tak ada perda “CSR Asbuton” yang mengatur semua ini, maka wajar jika ada yang mempertanyakan keseriusan pemda atas pengelolaan Asbuton ini. Untuk itulah Pemda dan DPRD Kabupaten Buton harus membuat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) “CSR Asbuton” jika masih benar-benar memperjuangkan hak-hak rakyat. Rakyat tak akan mendapatkan apa-apa, jika pemerintah tidak melindungi hak-hak rakyatnya melalui payung hukum yang jelas. Pemerintah pun harus tegas terhadap semua perusahaan yang mengelola potensi aspal maupun potensi alam lainnya untuk menjalankan kewajibannya. Kejelasan dan ketegasan itu mestinya diwujudkan dalam bentuk Perda yang berpihak kepada rakyat bukan sekedar retorika belaka.

Selama ini, kita hanya berbangga daerah kita potensi aspalnya sangat prestisius. Karena Aspal batuan alami ini hanya ada dua di dunia, yakni di Pulau Buton-Sulawesi Tenggara-Indonesia dan di Trinidad & Tobago-Amerika Tengah. Menurut Graita Sutadi, Indonesia mendapat keuntungan memiliki anugerah mempunyai kandungan aspal alami di Buton yang disinyalir lebih dari 600 juta ton. Namun semua itu, hanya kebanggaan semu belaka, realitasnya masyarakat tak merasakan manfaat dari pengolahan potensi tersebut. Lebih ironisnya lagi, jalan-jalan sepanjang kabupaten Buton masih banyak yang berlubang dan tak beraspal.

Dalam konteks sosial, kehadiran Asbuton Center ini selain dapat membuka peluang kerja bagi masyarakat setempat sehingga dapat mengurangi angka pengangguran juga dapat membuka peluang berusaha dan pengembangan usaha bagi masyarakat kecil. Untuk itu diperlukan sinergitas antara perusahaan dengan masyarakat melalui pemberian pinjaman modal (peningkatan sumberdaya kapital), penyediaan berbagai fasilitas yang mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Kabupaten Buton seperti pembangunan gedung-gedung sekolah, penyediaan beasiswa S1, S2 hingga S3 bagi Putera/Puteri terbaik Kabupaten Buton dan lain-lain. Sinergitas ini akan mendorong keberpihakan perusaahan terhadap kelompok masyarakat miskin di pedesaan, kelompok wanita dan anak-anak, ataupun kelompok masyarakat lain yang selama ini diabaikan. Jika hal ini dapat diwujudkan maka bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sekaligus pemerataan dan pengentasan kemiskinan.

Dengan demikian, kehadiran Peraturan daerah (Perda) “CSR Asbuton” sangat perlu, penting bahkan mendesak. Kehadiran Perda “CSR Asbuton” adalah bukti bahwa Pemerintah daerah “hadir” ditengah masyarakat Buton yang membutuhkan.  Kehadiran Perda “CSR Asbuton” akan mengkongkretkan agenda Asbuton Center, yakni menjadi lokomotif untuk mengentaskan agenda-agenda pembangunan daerah yang berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat secara kontinyu di daerah Kabupaten Buton. Semoga.******


Penulis adalah Ketua Dewan Pimpinan Cabang Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (PETANI) Kabupaten Buton.

No comments:

Post a Comment

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib